Isu Tenure dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA), salah satunya hutan, sudah berkembang cukup pesat paska reformasi 1998, mengingat pada situasi sebelumnya penguasaan dan pemanfaatan SDA dimonopoli oleh rezim pemeritahan saat itu dan didistribusikan kepada segelintir kelompok orang. Isu tenure bukan lagi “makanan” dari para aktivis atau peneliti saja, tetapi sudah menjadi menu diskusi Pemerintah dan pelaku bisnis. Bahkan dalam hal-hal tertentu, konsep tenure sudah diadopsi ke dalam kebijakan pemerintahan. Misalnya di Kementerian Kehutanan, saat ini telah dibentuk suatu bidang kerja yang mengurusi isu tenure yaitu di Direktorat Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan dibawah kedirjenan Planologi. Salah satu tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh direktorat ini adalah melakukan mediasi masalah tenurial kehutanan. Sementara pada tingkat daerah sudah diberikan kewenangan untuk penyelesaian konflik sosial yang didalamnya termasuk konflik yang berkaitan dengan alokasi sumber daya alam.
Paska International Conference on Forest Land Tenure, Governance and Enterprise: Experiences and Opportunities for Asia in a Changing Context, yang diadakan di Lombok pada tanggal 11-15 Juli 2011, wacana dan implementasi konsep tenure semakin maju dan mulai menjadi bahan bagi pembentukan kebijakan penguasaan dan pengelolaan Hutan. Namun demikian, kondisi ini barulah awal dari upaya untuk mengintegasikan konsep tenure ke dalam kebijakan-kebijakan penguasaan dan pemanfaatan hutan dengan tetap dipandu oleh tujuan untuk keadilan dan kesejateraan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan.
KPH dan Hak – Akses Masyarakat Terhadap Hutan.pdf