Tanjung Redeb | Disadari bersama bahwa konflik (potensi konflik) tanah dan pengelolaan SDA masih marak terjadi di Indonesia. Berbagai inisiatif penanganan konflik tersebut  sudah dilakukan oleh berbagai pihak baik di tingkat nasional maupun sub-nasional. WG-Tenure bekerjasama dengan GIZ FGP-FORCLIME telah melakukan kajian kebijakan dan kelembagaan penanganan konflik sekaligus fasilitasi konflik pengelolaan hutan di areal konsesi PT. Inhutani I dalam wilayah KPH Berau Barat.

Berdasarkan hasil kajian dan pembelajaran dari proses fasilitasi penyelesaian konflik serta diskusi/konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait pentingnya membangun dan mengembangkan mekanisme integratif dalam penanganan konflik, diperlukan upaya terencana dan saling terhubung antar sektor dan antar pihak. Berangkat dari pengalaman tersebut, merupakan suatu kebutuhan untuk duduk bersama dari para pemangku kepentingan untuk mendiskusikan secara intensif mengenai rancang bangun kelembagaan dan peta jalan pengembangan mekanisme terintegrasi penanganan konflik. WG Tenure bekerjasama dengan KPHP Berau Barat dan didukung oleh GIZ FORCLIME menyelenggarakan workshop multipihak pada tanggal 31 Agustus 2016.

Workshop ini mendiskusikan rancang bangun kelembagaan dan peta jalan pengembangan mekanisme terintegrasi penanganan konflik Tanah dan Pengelolaan SDA di Kabupaten Kapuas Hulu. Peserta yang hadir yaitu Sekertaris Daerah Kab. Berau, UPT PSKL KLHK, Dinas Kehutanan, Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Perkebunan, KPHP Berau Barat, Camat Segah, PT. Inhutani I, PT. Sumalindo, PT. Berau Coal, FORCLIME TC, FORCLIME FC, TNC, Menapak, Pokja REDD, Perwakilan Kampung Tumbit Dayak, Perwakilan Kampung Gunung Sari dan Perwakilan Kampung Batu Rajang. Workshop dibuka oleh SEKDA Kabupaten Berau dan ditutup oleh Kepala KPH Berau Barat mewakili Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau.

Beberapa hal dicatat dari proses workshop antara lain :

  • Adanya kebutuhan dibentuknya unit/desk resolusi konflik di tingkat Kabupaten.
  • Peningkatan kapasitas stakeholder dalam resolusi konflik, sinergi antara stakeholder dalam penanganan konflik di level Kabupaten, sosialisasi yang luas jika unit resolusi konflik terbentuk,  membantu program prioritas Kabupaten dalam resolusi konflik (isu tata batas desa) dan skup penanganan konflik perlu pembatasan/pentahapan.
  • Penangan kasus yang “kompleks/lintas sektor/berat” menjadi prioritas dari unit resolusi konflik. Sedangkan kasus yang “sederhana/ringan” tetap  menjadi tugas dari institusi Kabupaten.
  • Mengenai lingkup/skup kasus/masalah yang akan ditangani/diselesaikan oleh unit resolusi konflik adalah pengelolaan SDA dan mendukung target penyelesaian tata batas kampung.
  • Mengenai letak/kedudukan dari unit resolusi konflik masih perlu dikonsultasikan/dimintakan arahan kepada pimpinan daerah dengan alasan situasi transisi/perubahan struktur organisasi daerah. Perubahan struktur daerah baru bisa dipastikan setelah bulan September/Oktober 2016.
  • Untuk anggaran dalam mendukung proses persiapan dan pelaksanaan kerja unit resolusi diharapkan bersumber dari APBD, Dana pihak ketiga dan Pelaku Usaha/Perusahaan.
  • Legalitas unit resolusi konflik dapat berbentuk SK Bupati

Kerangka Waktu Workshop yang diselenggarakan di Berau

kerangka-waktu-workshop-di-berau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lihat juga : Koleksi foto Workshop : “Membangun Mekanisme Integratif Penanganan Konflik Tanah dan Pengelolaan SDA di Kabupaten Berau“

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *