Persoalan ketidakpastian areal kawasan hutan merupakan salah satu yang menghambat efektifitas tata kelola hutan di Indonesia. Ketidakpastian tata batas hutan tidak hanya menimpa masyarakat adat ataupun masyarakat lokal yang berdiam dan memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi yang memiliki izin usaha kehutanan dan pemerintah. Ketidakpastian ini seringkali menimbulkan terjadinya konflik di lapangan, dengan berbagai macam tipe konflik dan pihak yang terlibat. WG-Tenure didukung oleh GIZ FORCLIME berinisiatif untuk mendorong pembentukan lembaga penanganan konflik hutan dan lahan di tingkat Kabupaten. Inisiatif ini sebagai tindak lanjut hasil kajian yang telah dilakukan oleh WG Tenure dan GIZ FGP-FORCLIME tahun 2015. Dalam hal ini WG-Tenure akan berkolaborasi dengan Direktorat Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat (PKTHA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq.
Dalam rangka untuk untuk menyampaikan gagasan, mendapatkan umpan balik, dan untuk merumuskan langkah-langkah untuk memulai membangun lembaga dan mekanisme penanganan konflik ditingkat Kabupaten, tim WG-Tenure melakukan konsultasi ke berbagai pihak. Beberapa lembaga yang ditemui di Kabupaten Berau yaitu KPHP Berau Barat, BPMPK, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Bappeda, Tim penyelesaian Batas Desa, The Nature Conservancy Berau, DPMU FORCLIME FC dan sektor swasta (PT. Inhutani I dan PT. Berau Coal).
Dari hasil konsultasi dapat disimpulkan bahwa para pihak (terutama Pemerintah Daerah) dan sektor swasta setuju dengan inisiatif pembentukan lembaga penanganan konflik hutan dan lahan di tingkat Kabupaten. Bagaimana bentuk lembaga dan mekanisme yang disepakati serta fokus isu yang menjadi domain lembaga ini akan dibahas dan dimantapkan kemudian dalam workshop multipihak yang akan diselenggarakan di Kabupaten Berau. **tin.