WG-T | Kapuas Hulu – [mini-icon icon=”leaf”]WG-Tenure dengan dukungan dari GIZ menyelenggarakan Pertemuan Desa/Kampung di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu pada 18 April 2015. Pertemuan ini bertujuan untuk membantu proses mediasi penyelesaian konflik tenurial di Kabupaten tersebut, khususnya desa-desa yang masuk di dalam atau sekitar kawasan hutan yang menjadi wilayah kerja KPH Kapuas Hulu. Desa-desa tersebut adalah Desa Setulang, Desa Tanjung Lasa, Desa Manua Sadap, Desa Padua Mendalam, dan Desa Pulau Manak.

Konflik sosial yang masih terus mewarnai pengelolaan hutan di Indonesia tidak terlepas dari masalah tenurial atau penguasaan tanah di kawasan hutan. Batas-batas kawasan hutan negara yang belum disepakati bersama oleh pemerintah dan masyarakat, juga kenyataan sudah adanya penguasaan lahan (de facto) oleh masyarakat di dalam kawasan hutan negara menjadikan masih munculnya saling klaim antar pihak terhadap kawasan hutan. Konflik antar desa terkait dengan batas wilayah administrasi desa juga menyebabkan salah satu faktor tidak selesainya batas kawasan hutan. Kenyataan saat ini bahwa terdapat sekitar 33 ribu desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan Negara menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengatur land tenure secara tepat dan berkeadilan.

Pertemuan Desa/Kampung di Kabupaten Kapuas Hulu
Pertemuan Desa/Kampung di Kabupaten Kapuas Hulu

Pertemuan desa/kampung ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian upaya penyelesaian tenurial yang dilakukan di Kapuas Hulu. Setelah sebelumnya pada tahun 2014 WG-Tenure dengan dukungan dari GIZ mengadakan pelatihan pemetaan konflik dan dilanjutkan dengan land tenure assessment di 5 Desa yang berada di wilayah kerja KPH Kapuas Hulu, yaitu Desa Tanjung Lasa, Desa Manua Sadap, Desa Pulau Manak, Desa Padua Mendalam, dan Desa Setulang. Kemudian pada 11-15 Februari 2015 dilakukan Pelatihan Mediasi untuk Penyelesaian Konflik Sumberdaya Alam, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan desa/kampung ini.

Dalam kesempatan pertemuan desa/kampung ini, masing-masing ketua adat/desa menyampaikan masalah-masalah tenurial yang terjadi di masing-masing desa beserta arah penyelesaiannya. Ada setidaknya 4 masalah utama yang dipaparkan oleh masyarakat dari ke-5 desa, antara lain:

  1. Ketidakjelasan dan/atau adanya tumpang tindih dari batas administrasi desa.
  2. Belum jelasnya wilayah kerja KPH
  3. Klaim/tumpang tindih kawasan Taman Nasional Betung Kerihun dengan wilayah desa.
  4. Belum jelasnya pengakuan masyarakat hukum adat.

Selain menguraikan masalah, di akhir sesi pertemuan dirumuskan beberapa rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Melalui pertemuan ini, diharapkan dapat memperoleh masukan konflik tenurial yang terjadi dapat diselesaikan secara tepat dan berkeadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *