“Understanding conflict is important before you can deal with it effectively… Some conflicts can be avoided entirely, or at least kept from escalating, if you understand what is happening, your style and attitudes about conflict and its causes.”
– Chuck Bokor, “Community Readiness for Economic Development – Resolving Conflict Order”, (Fatctsheet No. 01, Economic Development Unit/OMAFRA, 2006)
WG-T | Bogor – Permasalahan tenurial kehutanan di Indonesia masih seringkali memunculkan konflik. Hal ini merupakan suatu realita yang telah diakui berbagai pihak baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat sipil. Meskipun begitu, persepsi dan pemahaman para pihak atas konflik yang terjadi masih sering berbeda-beda tergantung sudut pandangnya masing-masing. Padahal, dengan adanya persepsi dan pemahaman yang sama, konflik dapat diarahkan kepada proses penyelesaian yang dapat diterima oleh setiap pihak.
Menyikapi kondisi tersebut, Working Group on Forest Land Tenure (WG-Tenure) terus mendukung upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi para pihak terhadap permasalahan tenurial dan pemahaman terhadap konflik yang terjadi melalui kegiatan pelatihan. Salah satunya adalah Diklat Pemetaan Konflik yang diselenggarakan pada tanggal 24-29 Maret 2014 di Hotel Fave, Jalan Cidangiang No.01, Bogor.
Diklat Pemetaan Konflik ini diadakan WG-Tenure bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan (Pusdiklat Kehutanan) dan didukung oleh GIZ ( Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit).
Peserta Diklat ini sebanyak 11 orang yang terdiri dari Widiaiswara Pusdiklat Kehutanan, Widiaiswara BDK (Balai Diklat Kehutanan) Pematang Siantar, BDK Riau, BDK Bogor, BDK Kadipaten, BDK Samarinda, BDK Makassar, dan BDK Kupang), serta 1 orang peserta independen dari Samarinda.
Pembukaan proses diklat dilakukan oleh Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc, selaku Kapusdiklat Kehutanan Bogor, yang didampingi Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc, selaku Koordinator Badan Pengurus WG-Tenure. Dalam sambutannya, Kapusdiklat menyampaikan pentingnya 3 pilar Forestry Development, yaitu “Low Carbon Emission Development”, “Resources Efficiency”, dan “Social Inclusiveness”.
Selain berupa pemberian materi kelas yang dilakukan di Hotel Fave, diklat ini juga mencakup praktik lapangan yang dilaksanakan di Desa Kiara Sari, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Desa ini merupakan salah satu desa di kawasan Ekosistem Halimun yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Ini adalah pelatihan angkatan ke-8 yang telah dilakukan oleh WG-Tenure semenjak pertama kali diadakan pelatihan serupa pada 2009 silam. Diantara diklat-diklat yang pernah diselenggarakan sebelumnya, hal yang menarik adalah diklat kali ini merupakan diklat WG-Tenure pertama kali yang sudah menerapkan Kurikulum Silabus (Kursil) baru, yakni Kurikulum Silabus Pusdiklat Kehutanan yang diresmikan melalui SK Kapusdiklat Kehutanan No. 35/Dik2/2014. Empat perangkat analisis land tenure yang selama ini telah dikenalkan WG-Tenure dalam pelatihan-pelatihan sebelumnya telah diadopsi dalam kursil baru tersebut, yaitu Rapid Land Tenure Assessment (RaTA), Analisis Gaya Bersengketa (AGATA), Analisis Gender dalam pengelolaan sumberdaya hutan, dan Pendokumentasian data konflik (HuMA-win).
Tujuan Diklat ini adalah untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada para pemangku kepentingan tentang pemetaan konflik, analisis penyelesaian konflik, dan pendokumentasian data konflik. Setelah mengikuti diklat ini, peserta diharapkan mampu menguasai materi mengenai pemetaan konflik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengajaran maupun praktek dalam menyelesaikan konflik tenurial kehutanan. (*)[:en]
“Understanding conflict is important before you can deal with it effectively… Some conflicts can be avoided entirely, or at least kept from escalating, if you understand what is happening, your style and attitudes about conflict and its causes.”
– Chuck Bokor, “Community Readiness for Economic Development – Resolving Conflict Order”, (Fatctsheet No. 01, Economic Development Unit/OMAFRA, 2006)