HUKUM POSITIF

Palangkaraya, Kompas – Undang-undang yang mengatur tentang pengakuan, perlindungan, dan penghormatan hukum adat mendesak untuk disahkan. Konflik yang terus meningkat, akibat hukum adat tidak diakui, sepatutnya ditekan dengan memberlakukan perundang-undangan itu.

Sabran Achmad, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah, mengingatkan hal itu di Palangkaraya, Kalteng, Minggu (5/5). Sudah lebih dari lima tahun konsep undang-undang (UU) yang mengakui hukum adat dibahas DPR, tetapi belum ditetapkan juga. Hingga saat ini, hukum adat masih dipandang sebelah mata.

”Misalnya, terjadi konflik mengenai lahan adat antara warga lokal dan perusahaan. Pasti warga ditanya mana UU tentang hukum adat,” katanya. Hukum adat pun tak dihormati. Sengketa semacam itu sangat rumit dan sering terjadi di berbagai provinsi.

”Padahal, ada lahan adat yang sudah ditempati warga sejak nenek moyangnya selama ribuan tahun tanpa sertifikat. Hanya berdasarkan hukum adat,” kata Sabran lagi.

Sementara investor dari luar daerah yang datang dengan tiba-tiba mengklaim berhak atas lahan itu dengan berpegang pada hukum positif yang tak dipahami masyarakat adat. ”Jika perusaha- an pertambangan, perkebunan, dan kehutanan hendak menggu- nakan lahan, seharusnya memedulikan warga lokal,” katanya.

Sebagai contoh, banyak konflik lahan ditunjukkan dari pengaduan yang masuk ke Pemerintah Provinsi Kalteng dengan jumlah saat ini lebih dari 300 kasus. Masalah lain adalah masyarakat adat kian sulit mencari kayu untuk membangun rumah.

”Di Kalteng, warga mau menebang pohon saja takut melanggar hukum. Apa artinya beberapa pohon untuk rumah dibandingkan hutan yang dibabat perusahaan besar,” tuturnya.

Padahal, hukum adat selalu mengedepankan kearifan lokal. Hukum positif justru membuat perusahaan dapat menggarap hutan menjadi lahan terbuka. ”Masyarakat adat malah menjaga hutan untuk mendapatkan manfaatnya, tapi hak-hak mereka kemudian dirampas,” ucap Sabran.

Desak pengesahan

Desakan mengesahkan UU tentang hukum adat adalah hasil dari seminar yang merupakan bagian dari Pekan Budaya Dayak di Jakarta pada 27-30 April 2013. Seminar diadakan pada 28 April lalu yang dihadiri perwakilan masyarakat Dayak dari semua provinsi di Kalimantan.

Semua DAD mendukung kesimpulan seminar itu. Pengakuan terhadap hukum adat akan bermanfaat bukan hanya di Kalimantan, melainkan di semua daerah. ”Kami mendesak pengesah- an UU itu direalisasikan. Dewan Perwakilan Daerah sebagai wakil daerah harus mendesak DPR mengesahkan UU itu,” ujarnya.

Warga Jalan Pierre Tendean, Palangkaraya, Rusdiana (72), menambahkan, negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya. Hak itu seharusnya diatur dalam UU.(bay/jon)

sumber: http://cetak.kompas.com/read/2013/05/06/03313797/undang-undang.hak.adat.mendesak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *