WG-Tenure mencoba mengangkat salah satu upaya penyelesaian masalah tenurial masyarakat Pekon Sukapura yang didorong oleh WG-Tenure selama ini dalam suatu forum seminar nasional. Permasalahan yang dialami oleh Masyarakat Pekon Sukapura merupakan salah satu kasus tenurial masyarakat yang mungkin banyak terjadi di wilayah lainnya. Upaya-upaya yang telah diinisiasi oleh masyarakat dan Pemda Lampung Barat dengan dukungan para mitranya bisa dilihat sebagai bentuk pembelajaran dalam mencapai penyelesaian atas konflik tenurial yang dialami. Seminar dimaksudkan untuk membahas peluang-peluang mekanisme penyelesaian konflik tenurial di kawasan hutan khususnya pada fungsi hutan lindung.
Pekon (Desa) Sukapura Kecamatan Sumberjaya adalah desa definitif yang telah ditetapkan pada tahun 1954. Desa ini lahir dan berkembang dari program BRN (Biro Rekonstruksi Nasional), dimana pada tahun 1951-1952 sebanyak 250 KK atau sekitar 680 jiwa dari daerah Jawa Barat (Kabupaten Tasikmalaya) ditransmigrasikan ke daerah ini. Seiring dengan perkembangannya saat ini di Desa Sukapura telah bermukim sekitar 679 KK atau sekitar 1629 jiwa. Demikian juga dengan kondisi desanya telah banyak mengalami perkembangan. Pemukiman, sarana dan prasarana umum (seperti Sekolah Dasar, pasar) telah berdiri, bahkan lahan kawasan hutan seluas 50 ha telah dialih fungsikan menjadi areal perumahan karyawan PLTA Way Besay dengan mekanisme tukar guling.
Pada tahun 1994 sesuai dengan kebijakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), sebagian wilayah desa masuk ke dalam wilayah Hutan Lindung (Register 45B Bukit Rigis), termasuk areal pemukiman penduduk. Kembali masalah kepastian hak penguasaan lahan (land tenure) mengemuka. Hal ini menyebabkan masyarakat desa Sukapura merasa perlu untuk mendapatkan kejelasan status pemukiman dan lahan mereka. Mengingat kenyataan sejarah dan fakta di lapangan, masyarakat menginginkan areal pemukiman mereka dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.
WG-Tenure dengan dukungan dana dari MFP DFID bersama dengan mitra di lapangan mendukung inisiatif yang dilakukan oleh masyarakat dan Pemda Lampung Barat untuk mendapatkan kepastian status pemukiman masyarakat. Berbagai dialog telah dilakukan dengan pihak-pihak terkait. ICRAF-SEA sebagai lembaga independen juga telah melakukan penelitian terhadap peluang pelepasan Pekon Sukapura dari kawasan hutan lindung Bukit Rigis. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan maka Pemerintah Daerah Lampung Barat pada Tahun 2006 dan Tahun 2008 telah mengirimkan Surat Permohonan Enclave kepada Menteri Kehutanan. Selanjutnya pada Bulan Januari 2009 yang lalu Pemerintah Daerah Lampung Barat didampingi oleh WATALA dan WG-Tenure melakukan audiensi dengan Kepala Pusat Pengukuhan Kawasan Hutan, Badan Planologi Kehutanan. Dalam pertemuan audiensi terhadap permasalahan yang dialami oleh masyarakat Pekon Sukapura Kecamatan Sumberjaya dan permohonan penyelesaiannya diusulkan untuk disinergikan dengan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Lampung.
Seminar yang diselenggarakan pada tanggal 11 Maret 2009 dengan dukungan dari MFP II-Kehati-Dephut, menghadirkan 5 (lima) narasumber masing-masing (1) Ichwanto M. Nuh (WATALA) yang mempresentasikan konstruksi sejarah Pekon Sukapura; (2) Gamal Pasya (ICRAF-SEA) yang menyajikan hasil kajian peluang pelepasan Pekon Sukapura dari kawasan hutan lindung Bukit Rigis; (3) Ir. Warsito (Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat) yang memaparkan upaya masyarakat dan Pemda Lampung Barat untuk mendapatkan kepastian status tanah Pekon Sukapura; (4) DR. Ir. Dwi Sudharto, MSi (Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan; dan (5) Kepala Bappeda Propinsi Lampung yang memaparkan RTRW Propinsi Penyelesaian Konflik di Kawasan Hutan. Seminar dihadiri sekitar empat puluh peserta dari unsur Pemerintah, NGO, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian, dan swasta. Seminar difasilitasi oleh Ir. Martua Sirait, MSc. dan dibuka dengan sambutan pengantar oleh Ir. Iman Santoso, MSc. selaku Koordinator Pengurus WG-Tenure.
Beberapa catatan seminar :
gimana cara download artikelnya gan???