Kapuas Hulu, 19-22 Februari 2020

Kegiatan Dialog Pengelolaan Taman Nasional dan Alternatif Penyelesaian Konflik antara Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS) dan Masyarakat Adat Suku Punan Hovongan di Tanjung Lokang merupakan bentuk tindaklanjut hasil mediasi putaran pertama. Salah satu poin kesepakatan perundingan pertama yang dilaksanakan pada 9-10 November 2019 menyebutkan bahwa “perlu adanya dialog tentang konsep pengelolaan taman nasional, sistem zonasi, enclave, hutan adat, dan hak-hak masyarakat adat dengan warga Masyarakat Adat Punan Hovongan di Tanjung Lokang“. Dalam rangka merealisasikan isi kesepakatan yang dibuat, maka pada tanggal 19-22 Februari 2020 Tim Desk Resolusi Konflik (DRK) Kapuas Hulu bersama BBTNBKDS melakukan kunjungan ke Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu.

Bertempat di Balai Adat Desa Tanjung Lokang, dialog antara BBTNBKDS dan masyarakat dibuka oleh Hermanto selaku Kepala Desa Tanjung Lokang sekaligus anggota perunding masyarakat Adat Punan Hovongan. Dalam sambutannya, Hermanto mengatakan bahwa dialog yang berlangsung merupakan kesempatan yang indah bagi kedua belah pihak untuk mengungkapkan keluh-kesah serta saling memahami. Pertemuan sendiri dihadiri oleh lebih dari tigapuluh orang yang terdiri dari DRK, BBTNBKDS, tokoh adat, masyarakat, serta perangkat Dusun Tanjung Lokang dan Dusun Puung.

Atas permintaan masyarakat di hari sebelumnya, Hermanus Jemayung mewakili Tim DRK menjelaskan perihal sejarah, dasar hukum, dan struktur kelembagaan DRK Kapuas Hulu. Secara rinci Jemayung sebagai salah satu anggota DRK mengulas tahapan penanganan kasus konflik antara Masyarat Adat Suku Punan Hovongan dengan BBTNBKDS yang dilakukan Tim DRK. Beberapa buah pantun juga mewarnai pemaparan DRK. Pantun bisa dikatakan sajian wajib yang selalu dihadirkan tiap kali DRK melakukan penanganan konflik. Pantun-pantun berisi pesan perdamaian selalu disiapkan H. Sjamsuddin selaku anggota DRK yang mewakili Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kapuas Hulu. Selain menghibur, pantun-pantun yang disampaikan menjadi media pengingat akan pentingnya hidup berdampingan tanpa perselisihan.

Selepas pemaparan DRK Kapuas Hulu, Ardi Andono yang hadir mewakili BBTNBKDS menerangkan hak-hak masyarakat adat, pengelolaan berdasarkan zonasi taman nasional, enclave, dan hutan adat. Pemaparan juga disertai dengan penjelasan mengenai potensi peluang dan kendala dalam tiap opsi. Di tengah pemaparannya Ardi sempat menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Tanjung Lokang. “Saya mewakili pihak taman nasional meminta maaf setulus-tulusnya jika di waktu lampau perlakuan kami terhadap bapak-ibu sekalian membuat takut dan gelisah”, ungkapnya.

Berbagai pertanyaan, tanggapan maupun keluh-kesah masyarakat disampaikan dalam dialog yang berlangsung dari pagi hingga sore hari. Acara dialog ditutup dengan berjabat tangan dan foto bersama. Rencana kelanjutan penanganan kasus akan dibahas melalui musyawarah internal Masyarakat Adat Punan Hovongan pasca kegiatan dialog sembari menunggu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa Tanjung Lokang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *