PP 6/2007 mengalami perubahan hanya dalam selang waktu 1 (satu) tahun, yaitu dengan terbitnya PP. No. 3/2008. Dasar pertimbangan perubahan PP tersebut dikemukakan sebagai upaya peningkatan efektivitas pengelolaan hutan. Setiap perubahan terhadap kebijakan tentunya diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih baik bagi semua pihak.
Sejauhmana perubahan-perubahan seperti yang termaktub dalam PP No. 3/2008 akan mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan seperti yang diharapkan? Apakah perubahan tersebut akan membawa dampak yang lebih baik terkait dengan tenurial kawasan hutan dan hak-hak atau akses masyarakat? Sebagian pertanyaan tersebut melatarbelakangi WG-Tenure untuk mengadakan diskusi mengupas PP No. 3/2008, yang diadakan pada tanggal 23 Juni 2008 bertempat di Ruang Rapat Badan Planologi Kehutanan, Jl. Juanda 100, Bogor.
Diskusi menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Satyawan Sunito dari FEMA IPB yang juga merupakan anggota WG-Tenure, dan Ir. Muayat Ali Muhsi (FKKM/Wakil Koordinator Dewan Pengurus WG-Tenure. Diskusi dibuka dengan pengantar dari Sekretaris Dewan Pengurus WG-Tenure (Ir. Martua Sirait MSc) dan difasilitasi oleh Koordinator Eksekutif WG-Tenure. Hadir dalam diskusi ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari unsur Departemen Kehutanan (Baplan, RLPS, BPK, dan PHKA), Lembaga Penelitian (ICRAF, CIFOR), NGO, dan kalangan swasta.
Dr. Satyawan Sunito membahas 3 (hal) pokok yaitu perseteruan paradigma pengelolaan kehutanan; usaha meletakkan PP no.3/2008 di dalam persetruan paradigma pengelolaan kehutanan tersebut; dan konsekuensi kebijakan dan praktis yang akan muncul bersama dengan PP ini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perseteruan paradigma kehutanan dimaksud adalah antara paradigma sentralistik, paradigma kolaboratif, dan paradigma devolutif sumberdaya agraria.
Beberapa Pasal dalam PP No. 3/2008 yang dikritisi oleh Dr. Satyawan seperti tersebut di bawah ini:
Narasumber kedua (Ir. Muayat A. Muhshi) lebih menyoroti peluang bagi masyarakat untuk mengelola hutan baik dalam PP 6/2007 maupun dalam perubahannya yaitu PP No. 3/2008. Dipaparkan bahwa terdapat beberapa skema CBFM (Community Based Forest Management) dalam PP No. 6/2007 yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Kemitraan. Dipaparkan juga perubahan-perubahan (pasal per pasal) khususnya yang terkait dengan pengaturan skema-skema tersebut, yaitu:
1. Pasal 40
- mengalokasikan dan menetapkan areal tertentu untuk membangun HTR …………berubah menjadi mengalokasikan areal tertentu …….(Ayat 1)
- menambah kata “pengolahan” (Ayat 3)
- Kata dilakukan berubah menjadi diutamakan pada hutan yang tidak produktif.
2. Pasal 54
- jangka waktu IUPHHK HTR paling lama 100 tahun berubah menjadi jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun
3. Pasal 62
- IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman diberikan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada Gubernur berubah menjadi dapat dilimpahkan kepada Bupati/Walikota dan pejabat yang ditunjuk
4. Pasal 96
- IUPHKm meliputi kegiatan ……pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu…… kata hasil hutan kayu dihapus (Ayat 1 huruf b)
- Dalam keadaan tertentu pemberian IUPHHK dalam HKm dapat dilimpahkan oleh Menteri kepada Gubernur…berubah menjadi dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk (Ayat 2)
Beberapa point diskusi adalah sebagai berikut:
- Governance di Kehutanan sampai saat ini dirasakan belum banyak berpihak kepada masyarakat. Berbicara masalah governance seringkali yang dibahas hanya governance-nya government (pemerintah), mestinya perlu dibahas governance seluruh stakeholder termasuk masyarakat.
- Disampaikan bahwa ada dua hal yang mendasari keluarnya PP ini yaitu pembentukan unit-unit managemen (KPH) dan Pemberdayaan Masyarakat. Dirasa perlu untuk segera mendorong kepastian hak-hak masyarakat dalam KPH yang akan disusun serta tetap diperlukannya peningkatan kapasitas, pendampingan dan fasilitasi terhadap masyarakat dalam pengelolaan hutan.
- Hal yang menghambat kolaborasi adalah budaya yang dominan dari masa lalu dan sulitnya mendamaikan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.
- Komunikasi yang intensif dari para pihak diperlukan untuk memecahkan masalah yang selama ini dihadapi.
- Disampaikan bahwa peluang untuk implementasi HKm adalah 2,1 juta ha sampai tahun 2015, dimana prosesnya dapat dimulai dibangun oleh masyarakat sendiri.
Materi diskusi silahkan download di bawah ini :