KEHUTANAN

Jakarta, Kompas – Substansi perpanjangan moratorium izin baru kehutanan tak berubah. Tanpa intervensi regulasi lain, target perbaikan tata kelola hutan dan penurunan emisi diperkirakan tak akan efektif.

”Sangat disayangkan, Presiden semestinya belajar dari dua tahun moratorium sebelumnya,” kata Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Jumat (17/5), dihubungi di Manokwari, Papua Barat.

Selama moratorium 2011- 2013, katanya, tumpang tindih penggunaan kawasan hutan tak terselesaikan. Pada kawasan yang sama, diterbitkan izin untuk tambang, perkebunan, dan hutan tanaman industri. Aktivis lingkungan sebenarnya sangat berharap moratorium disertai peninjauan ulang perizinan.

”Konflik pemegang izin dengan masyarakat di sekitar hutan pun masih sering terjadi dan menimbulkan korban,” kata Teguh.

Pada 13 Mei 2013, Presiden menandatangani Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 tentang Perpanjangan Moratorium Izin Baru (Inpres No 10/2011 berakhir 20 Mei 2013).

Menurut Teguh, Presiden masih memiliki solusi untuk mengatasi pekerjaan rumah di sektor kehutanan. Caranya, mengintervensi kebijakan-kebijakan.

Ia menyebutkan, pemerintah saat ini akan merevisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan menyusun RUU Masyarakat Adat. ”Asal ada niat kuat dan keberanian, perbaikan tata kelola pasti bisa,” lanjutnya.

Libatkan pemda

Secara terpisah, Taryono Darusman dari Puter Foundation berharap perpanjangan moratorium lebih melibatkan pemerintah daerah. Kajian pihaknya pada pelaksanaan moratorium fase pertama menemukan, informasi dan keterlibatan pemda minim.

”Moratorium tak bisa menyelesaikan masalah selama pemda tak dilibatkan,” ujarnya. Apalagi, masalah tata kelola dan tumpang tindih penggunaan kawasan hutan ada di tingkat tapak. Artinya, daerah lebih tahu lapangan.

Pada konteks penurunan emisi gas rumah kaca 26-41 persen seperti ditargetkan Presiden, menurut peneliti Conservation International (CI), Jonah Busch, moratorium perlu diperluas. Kajian CI yang dipaparkan awal Mei 2013, moratorium mengurangi emisi akibat deforestasi di hutan primer dan gambut sebesar 8,3 persen. Jika diperluas mencakup kawasan hutan sekunder, bisa turun hingga 9 persen.(ICH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *