Buku ini diterbitkan oleh Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) pada tahun 2007 dengan dukungan dana dari Ford Foundation. Kehadiran buku yang ditulis oleh pakar hukum di bidang kehutanan yaitu Dr. Budi Riyanto, SH dan Ricardo Simarmata ini merupakan tanggapan atas undangan Departemen Kehutanan kepada FKKM untuk memberikan masukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hutan Adat. Buku ini mampu memperluas kasanah pemahaman tentang kebijakan dan alternatif solusi masalah hutan adat di Indonesia, serta evolusi format hukum menuju kepastian tenurial, meskipun untuk sampai kepada realitas hitam dan putih masih harus ditunggu perkembangannya dimasa mendatang.
Buku ini banyak mengurai keberadaan masyarakat adat dalam istrumen hukum Indonesia serta pilihan hukum yang dapat digunakan dalam rangka memperjuangkan hak masyarakat dalam pengelolaan hutan. Menariknya meski berangkat dari pendekatan normatif yang sama yakni menggunakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah sebagai sumber data utama, masing-masing penulis memberikan perspektif berbeda dalam memandang masyarakat adat.
Ricardo Simarmata lebih banyak menguraikan tentang pilihan hukum pengakuan masyarakat adat atas sumberdaya hutan. Paling tidak ada tiga pilihan hukum yang bisa digunakan untuk memperjuangkan hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan, yakni: (1) Hutan Kemasyarakatan (HKm); (2) Pengakuan Hak Ulayat/ Hutan Adat; dan (3) Pengakuan Pemerintahan/ Kelembagaan Adat.
Sementara itu Dr. Budi Riyanto SH berpendapat bahwa bagaimanapun negara tetap berhak menguasai dan mengurus hutan dan kawasan hutan yang kewenangannya diberikan melalui undang-undang. Sehingga ketentuan pengaturan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan harus selalu bersandar pada ketentuan hukum yang berlaku yakni UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999. Dimasukkannya hutan adat ke dalam hutan negara dalam UUK menurut Budi Riyanto adalah konsekuensi adanya hak menguasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat pada tingkatan yang tertinggi dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Namun, dimasukkannya hutan adat dalam pengertian hutan negara tidak meniadakan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan.
Buku ini diterbitkan oleh Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) pada tahun 2007 dengan dukungan dana dari Ford Foundation. Kehadiran buku yang ditulis oleh pakar hukum di bidang kehutanan yaitu Dr. Budi Riyanto, SH dan Ricardo Simarmata ini merupakan tanggapan atas undangan Departemen Kehutanan kepada FKKM untuk memberikan masukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hutan Adat. Buku ini mampu memperluas kasanah pemahaman tentang kebijakan dan alternatif solusi masalah hutan adat di Indonesia, serta evolusi format hukum menuju kepastian tenurial, meskipun untuk sampai kepada realitas hitam dan putih masih harus ditunggu perkembangannya dimasa mendatang.
Buku ini banyak mengurai keberadaan masyarakat adat dalam istrumen hukum Indonesia serta pilihan hukum yang dapat digunakan dalam rangka memperjuangkan hak masyarakat dalam pengelolaan hutan. Menariknya meski berangkat dari pendekatan normatif yang sama yakni menggunakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah sebagai sumber data utama, masing-masing penulis memberikan perspektif berbeda dalam memandang masyarakat adat.
Ricardo Simarmata lebih banyak menguraikan tentang pilihan hukum pengakuan masyarakat adat atas sumberdaya hutan. Paling tidak ada tiga pilihan hukum yang bisa digunakan untuk memperjuangkan hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan, yakni: (1) Hutan Kemasyarakatan (HKm); (2) Pengakuan Hak Ulayat/ Hutan Adat; dan (3) Pengakuan Pemerintahan/ Kelembagaan Adat.
Sementara itu Dr. Budi Riyanto SH berpendapat bahwa bagaimanapun negara tetap berhak menguasai dan mengurus hutan dan kawasan hutan yang kewenangannya diberikan melalui undang-undang. Sehingga ketentuan pengaturan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan harus selalu bersandar pada ketentuan hukum yang berlaku yakni UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999. Dimasukkannya hutan adat ke dalam hutan negara dalam UUK menurut Budi Riyanto adalah konsekuensi adanya hak menguasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat pada tingkatan yang tertinggi dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Namun, dimasukkannya hutan adat dalam pengertian hutan negara tidak meniadakan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan.